Mendalami Fiqih Pengurusan Jenazah Yang Ideal!

Kematian meskipun memang tidak pernah diketahui siapapun waktu kedatangannya kecuali oleh Allah SWT, tetapi kedatangannya sudah sangat diketahui kepastiannya. Manusia hidup pasti akan mengalami kematian. Ketika tiba gilirannya nanti, mau tidak mau manusia harus mengakhiri kehidupannya di dunia ini. Semua yang dimilikinya akan ditinggalkan dan berpindah secara otomatis hak kepemilikannya kepada ahli warisnya. Semua sanak saudara dan keluarga akan berpisah dan hanya yang mengalami kematian itulah yang akan tinggal “menyendiri” di alam kubur sana. Disinilah letak pentingnya memahami fiqih pengurusan jenazah.

Kematian tidak lebih dari sebuah jembatan. Kematian adalah jembatan yang menghubungkan dua kehidupan; kehidupan dunia yang pendek dan terbatas menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi tanpa batas. Dengan kematian itulah semua aktivitas manusia yang sedang dinilai oleh Allah SWT telah berakhir. Siapa yang bekerja sebelum kematian menjemputnya dengan sepenuh keras tenaganya, cerdas otaknya, dan ikhlas hatinya maka ia akan mendapati setelah kematiannya kehidupan baru yang indah luar biasa.

Namun siapa yang tidak melakukan itu semua, tidaklah bisa berharap hal yang indah akan menghampirinya. Yang ada justru sebaliknya; siksa yang pedih dan kehidupan yang perih merintih. Untuk itulah manusia harus sering untuk diingatkan akan kematian. Rasulullah SAW kerapkali memerintahkan kita sebagai manusia ini untuk selalu memperbanyak dalam mengingat-ingat pemutus kenikmatan tersebut.

Gambar kuburan sebagai tempat peristirahatan terakhir kita.
Ilustrasi kuburan: sumber: news.unair.ac.id

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi, Nasai, Ibnu Majah, Abu Nuaim Al Ashfihani dan yang selain mereka, Rasulullah SAW bersabda, “Perbanyaklah oleh kalian dari mengingat-ingat pemutus kenikmatan (kematian)”.
Dan salah satu bentuk implementasi yang cukup baik dari perintah nabawi diatas adalah penyelenggaraan daurah, penyuluhan, pelatihan, training, dan mungkin juga kajian rutin seputar fiqih jenazah. Di dalam pelaksanaan acara tersebut, semoga saja banyak hal yang bisa dipetik sebagai pengingat kematian.

Selain untuk memetakan mana yang merupakan prinsip-prinsip syarat dan rukun serta mana yang merupakan kesunnahan, salah satu yang harus dibahas dan alhamdulillah berhasil diulas oleh buku kecil ini adalah memetakan mana yang merupakan syariat dan mana yang hanya sebatas tradisi atau adat. Misalnya ada tradisi brobosan, tebar beras kuning dan uang recehan pada saat pemberangkatan jenazah ke pemakaman, payung untuk keranda, pemasangan bunga pada keranda, hingga mengenakan kostum khusus berwarna hitam saat menghadiri pemakaman.

Salah Memahami Fiqh Pengurusan Jenazah

Ada juga pemetaan lain yang juga sangat penting diketahui oleh para pembaca. Yaitu beberapa hal yang dianggap dilarang padahal diperbolehkan. Atau sebaliknya, beberapa hal yang sebenarnya dilarang tapi dianggap boleh atau malah sunnah dan wajib. Atau hal yang bukan syarat tapi dianggap syarat. Beberapa hal tersebut di antaranya ; mencium jenazah setelah dimandikan, menangisi hingga air matanya menetesi jenazah, wanita haidh memandikan jenazah, mandi setelah memandikan, mencabut gigi emas dari jenazah, posisi kepala jenazah di sebelah kanan Imam, dan lain sebagainya.

Yang juga tidak kalah pentingnya dari itu semua adalah bahwa seringkali terjadi kebingungan di tengah masyarakat tentang beberapa praktik dalam pengurusan jenazah yang dianggap kontoversial. Ada beberapa pihak yang menganggap terlarang praktik-praktik seperti talqin, membacakan AlQur’an, membaca tahlil saat menuju ke pemakaman, dan beberapa hal lain terkait memandikan, mengkafani, menshalati dan menguburkan. Namun di lain pihak malah sangat menganjurkan bahkan mentradisikan praktik-praktik tersebut.

Dalam pengurusan jenazah ternyata masih banyak praktek yang belum tepat di tengah masyarakat.
Ilustrasi salah kaprah, sumber: kaskus.co.id

Maka perlu dijelaskan dengan ilmiah dan sesuai dengan kaidahkaidah syar’iyyah tentang status sebenarnya perihal praktik-praktik tersebut. Agar di kemudian hari tidak ada lagi kebingungan tersebut apalagi sampai terjadi gesekan antara dua pihak yang kadang saling merasa benar sendiri. Sebab harus diakui ada sebagian pihak yang mengklaim bahwa tata cara pengurusan jenazah yang berlaku di masyarakat adalah tata cara yang terlarang karena tidak berdasarkan landasanlandasan Syariah.

Urgensi Fiqih Pengurusan Jenazah

Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang cerdas adalah dia yang mempersiapkan dirinya dengan mengerjakan amal-amal untuk kehidupan sesudah kematian”. Dari Hadits ini, kita diajari tentang siapa sebenarnya sosok yang disebut cerdas itu. Ternyata dalam pandangan hadits ini, cerdas bukanlah ber-IQ tinggi, penuh prestasi akademis, mampu menghafal beragam mata kuliah dan mata pelajaran dan lainlain. Tapi sosok yang cerdas adalah dia yang selalu
menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dalam rangka persiapan menyongsong kematian.

Pengurusan Jenazah Adalah Fardhu Kifayah

Urgensi pertama adalah tentang hukum pengurusan jenazah itu sendiri yang disepakati sebagai sebuah kewajiban. Meski sifat wajibnya “sekedar” kifayah yang bisa gugur dengan adanya beberapa orang yang sudah melakukannya, namun dalam kondisi tertentu, bisa saja tidak ada seorangpun yang bisa melakukannya karena tidak mengetahui akan ilmunya.

Maka alangkah bijaknya jika kita yang kemudian mengambil andil dalam kewajiban kifayah itu. Bukankah ini juga bagian dari pengumpulan bekal untuk perjalanan panjang setelah kematian itu ? Apalagi jika kita adalah keluarga terdekat mayit. Tentu kita lah yang lebih berhak dibanding dengan yang lain. Apalagi jika almarhum malah sempat berwasiat bahwa kita yang diminta mengurus jenazahnya.

Pengurusan jenazah merupakah salah satu kewajiban di antara kewajiban-kewajiban yang masuk kategori fardu kifayah.
Ilustrasi pengurusan jenazah, sumber: daaruttauhiid.org

Apalagi hari ini semakin banyak orang yang memasrahkan urusan pengurusan jenazah kepada orang yang disebut sebagai petugas khusus jenazah. Dimana uniknya, petugas khusus tersebut dikenal di sebagian tempat dengan istilah amil. Tentu penyebutan ini harus diluruskan.

Akan tetapi sayangnya masyarakat kita masih sangat mengandalkan keberadaan ‘petugas’ khusus yang sebenarnya bersifat sukarela ini. Jumlah sukarelawan yang sangat terbatas di wilayah atau komplek tertentu ini, terpaksa harus melayani sejumlah jenazah di wilayahnya masing-masing.

Membedakan Antara Syariat dan Tradisi

Hal penting yang perlu diketahui dalam Fiqih Jenazah adalah adanya pemetaan dan pemisahan antara praktik-praktik dalam pengurusan jenazah yang berasal dari syariat dan yang merupakan tardisi atau adat. Pemetaan ini menjadi penting agar kaum muslimin menjadi tahu mana yang benar-benar harus dilakukan dan mana yang boleh atau bahkan sebaiknya ditinggalkan. Sebab bisa jadi hal-hal yang sifatnya tradisi ini malah dijadikan sebagai prioritas utama untuk dilakukan, tetapi yang berasal dari syariat malah tidak diutamakan.

Tradisi Tebar Sawur

Sebagai contoh ada pihak keluarga almarhum yang sangat disibukkan untuk mencari bunga-bunga, menguningkan beras, dan mencari recehan dalam rangka tebar sawur yaitu menebarkan recehan dan beras kuning tadi saat mengantarkan jenazah ke pemakaman.

Tradisi menebar uang oleh orang tertentu sebagai bentuk rasa syukurnya.
Koin tebar sawur, sumber: kompasiona.com

Dan tentu saja yang dicari-cari tersebut sebenarnya bukanlah hal yang terlalu penting. Itu hanya sebuah tradisi. Bahkan bisa merupakan perkara yang sia-sia belaka. Sayangnya mereka lupa tentang betapa pentingnya pahala, ampunan, dan bekal-bekal lain yang sangat dibutuhkan almarhum dalam perjalanan ke akhiratnya.

Tradisi Uborampe

Uborampe ini merupakan seperangkat sarana yang memang dibutuhkan dalam prosesi pengurusan jenazah. Tidak sepenuhnya merupakan tradisi. Sebagian uborampe ada yang memang merupakan ajaran para ulama. Seperti kain kafan, parfum, kapas, dan lain-lain, ini semua memang kebutuhan yang perlu untuk dipenuhi. Tapi ada uborampe yang sama sekali itu merupakan kearifan lokal. Ada yang tidak bertentangan dengan syariat. Namun ada juga yang melanggar aturan-aturan syariat.

Tebar sawur, rangkaian bunga sebanyak lima jenis, sebutir kelapa hijau muda yang nanti sedikit dilubangi dan diletakkan diatas makam, ini semua beberapa contoh uborampe yang kalau sampai diyakini sebagai ritual khusus pengurusan jenazah, maka menjadi terlarang. Kalaupun tidak ada keyakinan apa-apa, maka sebuah
kesia-sian yang juga dilarang.

Rangkaian Bunga dan Payung Keranda

Sebenarnya ini juga masih dalam rangkaian uborampe. Hanya saja keberadaannya cukup mencolok dan masih diakukan oleh banyak masyarakat. Rangkaian bunga yang awalnya konon harus terdiri dari lima jenis ini sudah mulai hilang keharusan lima jenisnya. Akan tetapi keberadaan rangkaiannya masih ada sampai kini di sebagian tempat. Rangkaian ini dipasang di bagian depan keranda. Di atas keranda pas di kepala jenazah ini pula yang nanti akan dipayungi hingga sampai ke pemakaman.

Untuk penutup keranda ada yang menggunakan payung hujan biasa, tapi ada juga yang dibuatkan payung khusus untuk keranda.
Payung keranda, sumber: radarbangka.co.id

Baca juga: Ritual kematian ragam budaya tanah jawa

Ada yang menggunakan payung hujan biasa, tapi ada juga yang dibuatkan payung khusus untuk keranda. Baik rangkaian bunga maupun payung ini jelas tidak ada perintahnya di dalam syariat. Lalu apakah menjadi satu hal yang dilarang ? Tidak ada pembahasan secara khusus dalam kitab-kitab fiqih tentang rangkaian bunga ini. Tapi jika dilakukan dengan keyakinan tertentu, maka meninggalkan hal tersebut tentu jauh lebih hati-hati.

Prosesi Fiqih Pengurusan Jenazah Minimalis

Kabar baiknya tentang kajian seputar fiqih jenazah ini adalah bahwa sebenarnya kalau kita mau sedikit saja meluangkan waktu untuk mempelajarinya, maka praktik pengurusan jenazah itu tidaklah sesulit seperti apa yang ada dalam benak sementara orang.

Asal prinsip-prinsip pengurusan jenazah yang disebut sebagai rukun-rukun dan syarat-syarat itu sudah terpenuhi, maka praktik pengurusan jenazah sudah bisa dikatakan sah. Dan bisa disimpulkan bahwa pengetahuan tentang itu semua mudah dikuasai asal kita benar-benar serius meluangkan waktu untuk menyimak penjelasan para ulama dalam kitab-kitab mereka.

Dan hanya memenuhi prinsip syarat dan rukunnya itulah yang penulis maksud sebagai prosesi minimalis. Akan semakin mudah jika prinsip minimalis yang dijelaskan para ulama itu sudah dikemas sedemikian rupa dalam bentuk penyuluhan atau daurah singkat. Masalahnya hanyalah pada jam terbang.

Seorang yang hafal di luar kepala tentang teori pengurusan jenazah belum tentu bisa tampil dengan terampil saat terjun langsung mengurus jenazah. Namun jika pengurusan jenazah itu memang adalah kegiatan rutinnya, maka pekerjaan tersebut bisa diselesaikan tanpa harus memakan banyak waktu.

Sebagai Penghormatan Pada Mayit

Walaupun prinsip yang kami sebut sebagai minimalis itu memang ternyata simple dan mudah, bukan berarti kita bisa dengan seenaknya mengurus jenazah. Ada satu hal yang sangat wajib diperhatikan dan tidak boleh sama sekali diabaikan dalam pengurusan jenazah yaitu menjaga kehormatan almarhum.

Dan demi terjaganya kehormatan almarhum itulah beberapa aturan penting ada dalam fiqih jenazah. Wajib bagi kita yang mengurusi jenazah untuk memperhatikan ini. Apalagi mereka yang rutinitasnya atau bahkan profesinya sebagai pengurus jenazah seperti di beberapa rumah sakit.

Aturan-aturan terkait itu antara lain tentang haramnya menceritakan aib yang tersembunyi, haramnya menyentuh aurat langsung dengan tangan, haramnya melihat aurat. Bahkan yang bukan auratpun -kalau bisa- sebaiknya tidak dilihat. Walaupun boleh. Dan beragam aturan lain yang melindungi kehormatan almarhum. Maka dalam proses pengurusan jenazah dari memandikan, mengkafani, menshalati dan menguburkan, aturanaturan semacam ini wajib ditaati.

Allah memuliakan manusia bukan saja yang hidup. Yang sudah meninggal pun tetap menjadi objek yang wajib dimuliakan. Karenanya sebagian ulama ada yang mengatakan sunnah untuk berdiri jika ada jenazah yang lewat. Dan nabi pernah melakukannya untuk jenazah yang ternyata seorang yahudi. Maka apalagi jika jenazah tersebut adalah
seorang muslim.

Demikian artikel yang bisa kami rangkum untuk pembaca sekalian, semoga tulisan mengenai fiqih pengurusan jenazah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan bisa menambah wawasan kita tentang pengurusan jenazah yang tepat dan benar.

Hukum Wasiat Lisan Dalam Pandangan Islam yang Penting

Ilustrasi Surat Wasiat, sumber : Liputan 6

Di dalam kehidupan ini kita mengenal yang namanya wasiat. Biasanya, siapa saja yang akan meninggal atau merasa ajalnya sudah dekat, dia akan meninggalkan wasiat untuk dilaksanakan saat seseorang tersebut sudah wafat. Nah, bagaimana hukum wasiat lisan dalam Islam?

Bagi umat Muslim, Nabi Muhammad SAW sendiri berwasiat saat akan menjelang wafatnya. Begitu juga sahabat terdekat Beliau SAW. Wasiat Abu Bakar RA juga banyak diketahui oleh siapa saja yang mengetahui sejarah Islam. Hukum wasiat lisan dalam Islam sebenarnya juga sudah ada untuk dijadikan salah satu pedoman terhadap jenazah.

Wasiat Dalam Sejarah Manusiat

Jika mengacu kepada kata wasiat, kata ini memang berasal dari bahasa arab. Sehingga kita mengarah kepada pembahasan bagaimana hukum wasiat lisan dalam Islam. Namun bukan berarti permasalahan serupa tidak terdapat pada konteks kepercayaan, pemikiran dan hukum selain Islam.

Tulisan Pada Nisan, sumber Bincang Syariah
Meninggalnya Seseorang, sumber Bincang Syariah

Secara keseluruhan, hal serupa wasiat ini ternyata sudah ada bahkan sebelum Islam turun ke muka bumi untuk mengatur berbagai urusan manusia. Bahkan menurut sejarah peradaban manusia, wasiat baik lisan maupun tulisan dalam bentuk surat wasiat sudah ada pada abad ke-6 sebelum masehi. Usia yang jauh sekali sebelum adanya Islam.

Dilansir dari Republika.com, Negarawan Solon (638-558 SM) disebut-sebut sebagai tokoh Athena pertama yang memberikan kekuatan hukum terhadap wasiat, terutama yang berhubungan dengan status kepemilikan harta. Sebelum era Solon, kata Plutarch, masyarakat Athena tidak diizinkan membuat wasiat. Semua harta kekayaan orang yang meninggal otomatis menjadi milik keluarga yang ditinggalkan.

Namun, Solon kemudian mengubah aturan tersebut dan mengizinkan orang yang akan menghadapi kematian untuk membuat wasiat dan memberikan hartanya kepada siapa pun yang dia senangi. Kendati demikian, kata Plutarch lagi, Solon juga membuat beberapa aturan atau syarat terkait hukum wasiat. Di antaranya, yang berhak membuat wasiat adalah warga Athena yang merdeka, bukan budak ataupun orang asing. Syarat lainnya, pembuat wasiat minimal harus berumur 20 tahun.

Sejumlah filsuf Yunani diketahui pernah membuat wasiat sebelum kematian mereka. Di antaranya adalah Aristoteles (384-322 SM), Lyco Troas (299-225 SM), dan Theophrastus (371-287 SM). Hal ini terungkap dalam salah satu buku ensiklopedia sejarah peradaban manusia.

Selain era peradaban Yunani, terdapat juga jejak sejarah seputar wasiat yang ditemukan pada masa Romawi kuno dan masa peradaban Cina kuno. Salah satu pemimpin masyhur Romawi yang pernah membuat wasiat tertulis adalah Gaius Julius Caesar (100-44 SM). Sedangkan di Cina, sudah berlaku hukum seputar wasiat pada Dinasti Tang (618-907) dan Song (960-1279).

Bagaimana dengan hukum wasiat lisan dalam pandangan Islam? Sebelum itu kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan wasiat dalam praktik yang pernah dilakukan oleh umat Muslim. Tentu saja merujuk kepada apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para Shahabat Beliau yang diridhai oleh Allah SWT.

Prosesi Pemakaman Islam, sumber Tribunnews
Prosesi Pemakaman Islam, sumber Tribunnews

Menurut pandangan Islam, wasiat tidak sekadar menyangkut masalah harta benda. Dalam makna luas, wasiat juga berkaitan dengan pesan-pesan moral kepada umat manusia. Di dalam Alquran, Allah SWT sendiri telah mengingatkan agar orang-orang beriman senantiasa berwasiat dalam kebajikan dan kesabaran (QS al-Ashar [103]: 3).

Namun berkaitan dengan wasiat di akhir hayat, ada pedoman tersendiri dari ayat Al Quran surat Al Baqarah ayat 180. Arti dari ayat tersebut adalah, “Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”

Hukum Wasiat dalam Islam

Hukum wasiat lisan dalam Islam sebenarnya sama dengan tulisan. Artinya bisa dilakukan secara lisan maupun tulisan. Nah, Rasulullah SAW sendiri berwasiat sebelum akhir hayatnya, begitu pula Shabat Beliau SAW. Karena itu, pedoman seputar hukum wasiat ini dapat langsung ditemukan.

Misalnya Rasulullah SAW, Beliau mengetahui saat ajalnya akan segera tiba. Maka terjadilah sebuah momen fenomenal di mana Beliau SAW berkhutbah untuk yang terakhir kali sebelum ajal menjemput. Para Shahabat waktu itu memahami hal ini dan menangis karena mendengar wasiat dan mengetahui apa yang akan terjadi.

Begitu pula wasiat Abu Bakar RA menjelang wafatnya. Beliau juga memberikan wasiat berupa hal-hal yang perlu dilakukan orang-orang terdekatnya seputar hartanya serta wasiat berupa nasehat untuk menjalani kehidupan sebaik-baiknya. Sedangkan saat ini, mungkin wasiat lebih kepada urusan pengelolaan harta yang ditinggalkan seseorang setelah meninggal.

Syarat Berwasiat dalam Islam

Ilustrasi Surat Wasiat, sumber : Liputan 6
Ilustrasi Surat Wasiat, sumber : Liputan 6

Ada beberapa syarat sah dalam berwasiat. Pertama, orang yang diberi wasiat haruslah seorang Muslim dan berakal sehat. Syarat ini penting agar amanah dalam wasiat bisa terlaksana dengan baik. Kedua, orang yang berwasiat juga mesti berakal sehat dan memiliki harta yang akan diwasiatkan.

Selanjutnya, tidak boleh berwasiat dalam hal yang haram, misalnya, meminta agar sebagian hartanya diberikan kepada gereja atau dipergunakan untuk membiayai kegiatan maksiat. Keempat, orang yang diberi wasiat bersedia menerima wasiat. Jika dia menolak maka wasiat itu batal dan setelah penolakan orang tersebut tidak berhak atas apa yang diwasiatkan.

Dalam ketentuan hukum Islam, orang memiliki ahli waris dilarang mewasiatkan lebih dari sepertiga harta yang dimilikinya. Sementara, orang yang sama sekali tidak memiliki ahli waris diperbolehkan untuk berwasiat dengan seluruh hartanya.

Nah, itu dia berbagai informasi seputar wasiat dalam Islam serta bagaimana mempraktikkannya dari syarat sah berwasiat. Apakah Anda sudah memahami hukum seputar permasalahan ini? Semoga informasi ini bermanfaat dan simak berbagai ulasan menarik lainnya di distributor keranda mayat.

Penggunaan Peti Mati Jenazah Islam Untuk Protokol Kesehatan

Peti Mati Covid-19, sumber ERA.id

Sebenarnya di dalam Islam tidak mengenal penggunaan peti mati Islam. Karena tata cara pemakaman yang berbeda dibandingkan dengan tata cara pemakaman menurut kepercayaan lainnya. Namun, untuk protokol kesehatan covid-19 ternyata harus disedikan peti mati Islam untuk jenazah kematian akibat covid-19 yang beragama Islam.

Lantas bagaimana tata cara pemakaman dalam Islam yang sama sekali tidak menggunakan peti? Apakah begitu berbeda karena protokol kesehatan yang harus dijalankan karena situasi pandemi? Kali ini tim redaksi distributor keranda mayat akan mengulas seputar peti mati Islam untuk jenazah covid-19.

Tata Cara Pemakaman dalam Islam

Dari tata cara pengurusan jenazah dalam Islam yaitu memandikan jenazah, mengkafani, menyolatkan dan memakamkan jenazah, tidak terdapat peti mati Islam sama sekali. Jenazah cukup dikafani saja kemudian dimakamkan dengan tata cara yang sesuai pedoman Islam. Nah, berikut tata caranya.

Pemakaman Muslim, sumber Kisah Hikmah
Pemakaman Muslim, sumber Kisah Hikmah
  1. Memperdalam lubang kubur, supaya tidak tercium bau jenazah dan tidak dimakan oleh binatang pemakan bangkai.
  2. Meletakkan jenazah di tepi lubang atau liang kubur sebelah kiblat, lalu ditaruh papan kayu atau semacamnya dengan posisi agak miring, supaya jenazah tidak langsung tertimpa tanah.
  3. Kemudian di atasnya ditaruh semacam bata posisi mendatar untuk menahan tanah timbunan, sehingga tidak mengenai jenazah langsung. Khusus kondisi tanah gembur seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
  4. Meletakkan jenazah dengan memasukkan kepala jenazah dari arah kaki kubur, atau dari posisi selatan jika di Indonesia.
  5. Letakkan jenazah posisi miring ke kanan menghadap kiblat dengan menopang tubuh menggunakan batu atau papan kayu, supaya jenazah tidak kembali terlentang.
  6. Para ulama menyarankan untuk meletakkan tanah di bawah pipi jenazah sebelah kanan setelah kain kafan dan semua tali dibuka, pipi menempel langsung ke tanah.
  7. Ketika memasukkan jenazah ke liang kubur dan meletakkannya dianjurkan membaca doa berikut :
    “BISMILLAHI WA’ALAA MILLATI ROSUULILLAAH”
    Artinya: “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Daud), atau doa seperti di atas tadi.
  8. Khusus jenazah perempuan, disarankan untuk membentangkan kain di atas kuburnya pada waktu dimasukkan ke liang kubur. Sedangkan untuk mayat laki-laki tidak dianjurkan.
  9. Jenazah perempuan sebaiknya yang mengurus adalah laki-laki yang tidak dalam keadaan junub atau tidak menyetubuhi istri mereka pada malam sebelumnya.
  10. Setelah jenazah diletakkan di lubang kubur, disarankan untuk menaburkan tanah tiga kali dari arah kepala mayit, baru kemudian ditimbuni tanah.
  11. Membaca doa setelah selesai menguburkan jenazah.

Bentuk Lubang

Tahap tata cara menguburkan jenazah dengan memperhatikan bentuk lubang kuburnya. Buatlah panjang yang cukup untuk jenazah, tentu melebihi tinggi badannya.

Apabila tanahnya keras, disunahkan untuk membuat liang lahat di dalam lubang kubur. Liang lahat ialah lubang yang dibuat di dinding kubur sebelah kiblat, seukuran yang cukup untuk meletakkan jenazah.

Prosesi Pemakaman Islam, sumber Tribunnews
Prosesi Pemakaman Islam, sumber Tribunnews

Jenazah ditaruh di liang lahat tersebut, kemudian ditutup menggunakan batu pipih. Lalu urug dengan tanah. Di Indonesia, sebagian besar masyarakat menggunakan papan kayu sebagai ganti batu pipih, supaya tanahnya tidak runtuh menimpa jenazah.

Sedangkan bila tanahnya gembur, disunahkan untuk membuat semacam lubang lagi di dasar kubur dengan ukuran dapat menampung jenazah. Jenazah diletakkan pada lubang tersebut, kemudian bagian atasnya ditutup dengan batu pipih atau papan kayu, lalu diurug dengan tanah.

Posisi Jenazah

Posisi jenazah di dalam lubang kubur, wajib dimiringkan ke sebelah kanan atau menghadap arah kiblat. Jika jenazah tidak dihadapkan ke arah kiblat namun terlanjur diurug tanah, maka harus menggali lagi dan menghadapkan jenazah ke arah kiblat.

Setelah jenazah diletakkan secara perlahan di dasar lubang, disunahkan untuk melepas ikatan talinya, dimulai dari kepala dan membuka kain, pipi serta jari-jari kaki harus menempel pada tanah.

Wilayah Indonesia, arah kiblatnya cenderung ke barat. Sehingga posisi kepala selalu di utara. Bila posisi kepala ada di sebelah selatan, maka untuk menghadapkannya ke arah kiblat harus memiringkan tubuh jenazah ke sisi kiri.

Peti Mati Islam Untuk Jenazah Covid

Dengan tata cara pemakaman sesuai standar Islam serta bentuk lubang liang lahat dan posisi jenazahnya, lantas bagaimana jika harus melaksanakannya sesuai protokol kesehatan covid-19? Inilah yang menjadikan peti mati Islam sebagai solusinya. Meskipun di dalam Islam tidak mengenal penggunaan peti mati.

Peti Mati Covid-19, sumber ERA.id
Peti Mati Covid-19, sumber ERA.id

Menurut informasi berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan, sebenarnya belum ada penularan dari pemakaman jenazah covid-19. Namun sebagaimana diketahui, bahaya covid-19 sudah begitu nyata sehingga mengantisipasi penularan dari setiap kemungkinan memang tetap harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan protokol kesehatan untuk pemakaman jenazah covid-19.

Berdasarkan pilihan menurut protokol kesehatan sebenarnya jenazah covid-19 bisa dimakamkan dengan menggunakan lapisan plastik atau dimasukkan dalam peti mati. Untuk jenazah yang telah dilapisi plastik maka masalah pemakaman ini relatif teratasi agar tetap bisa sesuai dengan tata cara pemakaman dalam Islam. Namun berbeda dengan peti mati.

Sebenarnya memang tidak dikenal peti mati Islam. Karena menurut pandangan Islam, jenazah cukup dikafani kemudian pada saat dimakamkan ikatan kain kafan juga dibuka. Peti mati Islam ini menjadi pilihan untuk pemakaman menurut protokol kesehatan.

Petugas pemulasaran jenazah berinisiatif membuat peti mati khusus jenazan pasien Covid-19 yang beragama Islam. Peti dibuat lebih tinggi dan lebarnya dipersempit. Ukuran peti mati itu dibuat dengan panjang 200 sentimeter (cm), lebar 45 cm, dan tinggi 60 cm. Dibuat memanjang ke atas agar mayat dapat diletakkan menghadap kiblat lebih mudah dan berusaha agar mayat itu sempurna dimakamkannya sesuai pedoman Islam.

Ziarah Kubur dalam Pandangan Islam

Keranda Mayat

A. Hadist-Hadist Mengenai Ziarah Kubur

Terdapat beberapa hadist yang membicarakan mengenai hal tersebut. Hadist-hadist ziarah kubur berkenaan dengan diperbolehkannya ziarah kubur dengan tujuan dan hikmah tertentu.

Rasulullah Memperbolehkan Ziarah Kubur

Hadits Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallâhu ‘anhu dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam beliau bersabda, ”Sesungguhnya aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah kuburan.”  (HR Imam Muslim dan Abu Daud)

Dalam hadist di atas disampaikan bahwa ziarah kubur pada awalnya dilarang dan setelah itu diperbolehkan oleh Rasulullah. Tentu saja ada alasannya bahwa ziarah kubur menjadi diperbolehkan bukan tanpa sebab dan nilai hikmah yang disampaikan. Perubahan masyarakat jahiliah menjadi masyarakat yang lebih rasional dan madani tentu terjadi setelah nilai-nilai ketauhidan disampaikan oleh Rasulullah. Pasca itu, masyarakat bisa lebih menilai mana yang benar dan tidak serta tidak sembarangan mempercayai atau mengkeramatkan benda mati ataupun patung.

Ziarah Kubur Mengingat Hari Akhir

Sebab ziarah kubur itu akan mengingatkan pada hari akhirat.” (HR Imam Al Baihaqy, Imam Nasai, dan Imam Ahmad)

Ilustrasi Perjalanan Sendirian, sumber Gontornews
Ilustrasi Perjalanan Hidup, sumber Gontornews

Dari hadist diataspun dapat diketahui bahwa ziarah kubur dapat mengingatkan kita terhadap kematian. Di zaman yang semakin dekat dengan ciri-ciri akhir zaman atau tanda-tanda kiamat ini, tentu sangat membutuhkan untuk manusia (khususnya seorang muslim) mengingat kematian agar tidak terlena dengan kebahagiaan dunia serta bisa mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapinya.

Kematian tidak pernah diduga atau dapat direncanakan waktunya, namun dengan mengingatnya lewat ziarah kubur, setidaknya bisa mengkondisikan kita untuk selalu mempersiapkan diri. Untuk itu, ziarah kubur bisa menjawab kebutuhan tersebut selain juga dari aspek kita mendoakan orang yang sudah meninggal.

B. Hukum Ziarah Kubur dalam Islam

Pelaksanaan waktu ziarah kubur pun juga tidak ditentukan langsung oleh hukum islam. Pelaksanaan ziarah kubur bergantung kepada masing-masing orang dan tentunya sesuai dengan kebutuhan. Pelaksanaan ziarah kubur tidak hanya pada waktu idul fitri atau saat menjelang ramadhan saja. Hal ini tidak ada hadist atau ayat quran yang menjelaskan soal waktu.

Untuk hukum ziarah kubur dalam islam, tentunya diperbolehkan asalkan dengan catatan bahwa aktivitas ziarah kubur semata-mata untuk tetap meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita terhadap Allah SWT. Ziarah kubur tidak boleh sedikitpun malah menjerumuskan umat islam kepada praktik kesyirikan.

“Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” (QS Al Ikhlas : 1-4)

C. Ziarah Kubur Tidak Menjadikan Seseorang Musyrik

Keranda Mayat
Ziarah Kubur, sumber : Keranda

Hukum diperbolehkannya ziarah kubur tentu tidak menjadikan seseorang justru malah menduakan Allah atau musyrik. Hal ini diperjelas bagaimana Allah adalah satu-satunya Illah yang seharusnya disembah dan menjadi tempat bergantung. Berikut adalah ayat-ayat mengenai keillahan Allah sebagai Tuhan yang wajib untuk disembah.

  • (QS : Al-Hajj : 62)

(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.

  • (QS : Al Hadid : 57)

Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana

  • (QS Al Hasyr : 23)

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

  • (QS : Al Hajj : 6)

Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,

D. Syarat Ziarah Kubur dalam Islam

Ziarah kubur dalam islam yang diperbolehkan tentu memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dilakukan sebagai bentuk mengindari perbuatan-perbuatan syirik. Hal ini mengingat bahwa manusia bisa saja berpaling dan menghindar dari ajaran Allah dikarenakan hawa nafsunya dan godaan syetan yang terhadap manusia. Untuk itu, berikut syarat agar tidak mudah terbawa pada kesyirikan.

Tidak Menjadikan Kuburan sebagai Benda Keramat

Ziarah kubur tentu tidak boleh membuat akhirnya seorang muslim menganggap bahwa kuburan atau mayit yang ada di dalamnya memiliki kekuatan ghaib, supranatural, dapat menolong atau membantu mengabulkan doa. Kuburan dalam ziarah kubur tidak boleh dijadikan sebagai benda keramat. Tentu walaupun tetap menganggap Allah sebagai Illah, jika masih menganggap kuburan sebagai keramat potensi menuju kepada praktik syirik juga sangat besar.

Syirik dalam islam adalah perbuatan yang sangat dibenci Allah sedangkan perbuatan syirik tidak akan diampuni sebelum manusia benar-benar melakukan taubatan nasuha, shalat taubat, dan memohon ampunan sungguh-sungguh pada Allah SWT.

Allah adalah Maha Segalanya, sedangkan jika manusia menganggap ada hal lain dimana mereka dianggap sebagai sesuatu yang dapat memberikan pertolongan dalam hidupnya, di segala aspek hal tersebut bisa membuat kita menduakan Allah. Lama kelamaan praktik tersebut membuat manusia justru lupa akan keuasaan dan keesaan Allah.

Tidak Meminta Doa atau Permohonan pada Kuburan atau yang Sudah Meninggal

Ketika melakukan ziarah kubur tentu tidak diperbolehkan untuk meminta doa atau permohonan kepada kuburan atau orang yang sudah meninggal. Allah sudah menyuruh kepada manusia bahwa berdoalan kepada Allah maka Allah akan mengabulkannya. Hal ini semata-mata karena Allah adalah Zat Maha Agung yang mudah sekali untuk mengabulkan doa manusia. Untuk itu, tidak diperkenankan manusia memohon kepada selain Allah.

Memohon kepada selain Allah tentu sangat irasional atau tidak masuk akal, karena sesama makhluk atau benda mati yang sejatinya adalah makhluk lemah tidak mungkin bisa jadi tempat bergantung hidup.

Tidak Memberikan Sesajen atau Sesembahan

Memberikan sesajen atau sesembahan adalah bagian dari praktik kesyirikan karena hal tersebut merupakan bagian dari sesembahan atau pengibadahan terhadap sesuatu. Untuk itu, di dalam ziarah kubur dilarang untuk memberikan apapun pada kuburan atau mayit. Cukup mendoakan nya dan kita bisa merenung untuk menghayati bahwa kematian sangat lah dekat dengan manusia.

E. Perintah Mengingat Kematian

Bersegeralah beramal sebelum datang fitnah yang banyaknya bagai gulungan malam (fitnah yang merata) bahwa seseorang di pagi hari mukmin, sorenya kafir, sebaliknya sore hari mukmin, pagi harinya kafir. Seseorang diantara mereka menyia­-nyakan agamanya dengan harta benda yang sedikit”. (HR Muslim)

Keranda Mayat
Memasukkan Jenazah ke Liang Lahat, sumber : Keranda

Mengingat Kematian terutama dalam ziarah kubur adalah sebagai media juga sekaligus perintah yang diberikan Allah SWT. Di masa industrialisasi seperti ini, dimana nilai-nilai kebebasan dan hedonisme semakin merajalela sangat dibutuhkan untuk mengingat kematian agar tidak mudah terjerumus ke dalam cita-cita duniawi semata, tanpa mempersiapkan masa depan akhirat.

Dunia yang semakin menuju kepada ciri ciri akhir zaman atau tanda tanda kiamat kecil ini membuat kita harus sesegera mungkin bertaubat dan mengingat terus bahwa kematian sangat dekat. Tanda-tanda akhir zaman semakin dekat, dan membuat kita harus bersiap diri.

Mengingat Kematian dalah Perintah Agama

Mengingat kematian adalah perintah yang perlu dijalankan oleh umat manusia. Hal ini sebagaimana hadist berikut :

  • Perbanyaklah mengingat‑ingat sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan. (HR. Tirmidzi)
  • Cukuplah kematian itu sebagai nasehat. (HR. Thabrani dan Baihaqi)

Mengingat Kematian adalah Bagian dari Orang yang Cerdik

Secerdik‑cerdik manusia, ialah yang terbanyak ingatannya kepada kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian itu. Mereka itulah orang‑orang yang benar‑benar cerdik dan mereka akan pergi ke alam baka dengan membawa kemuliaan dunia serta kemuliaan akhirat. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Abiddunya)

Demikian artikel kami tentang Ziarah Kubur dalam Islam. Semoga dapat menjadi informasi bermanfaat dan pedoman. Simak terus berbagai ulasan seputar pengurusan jenazah di halaman distributor keranda mayat.

Tata Cara Mengubur Jenazah Menurut Aturan Islam

Keranda Mayat

Setelah ada seorang muslim yang meninggal, kita (umat islam dalam satu wilayah itu) punya fardhu kifayah untuk mengurus jasadnya. Mulai dari memandikan, mengkafani, menyolatkan. Terakhir dari pengurusan jenazah adalah menguburkannya. Bagaimana tata cara mengubur jenazah sesuai dengan aturan islam dan yang dicontohkan Rasulullah SAW?

A. Mempersiapkan liang kubur

Sebelum menguburkan jenazah atau sebelum jenazah dibawa untuk dikuburkan, liang kuburnya harus sudah siap, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Menggali Kuburan yang dalam

Sebelum kita menggali kuburan usahakan tanah yang akan dilubangi adalah tanah yang kuat luar dan dalamnya, tujuan menggali kuburan yang dalam adalah agar saat mayat sudah membusuk bau nya tidak akan tercium keatas, agar kuburan tidak dibongkar oleh hewan pemakan bangkai, dan tujuan menggali ditanah yang kuat adalah agar terhindar dari longsor yang mengakibatkan tanah tergerus

****

2. Bentuk liang kubur

Bentuk liang kubur adalah berupa lahad yaitu liang yang khusus dibuat di dasar kubur. Lahad ini menghadap ke kiblat dan berada di pinggir untuk meletakkan jenazah. Liang ini dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengah, Wajib memiringkan jenazah ke sebelah kanan dan menghadapkannya ke arah kiblat.

Sekiranya jenazah tidak dihadapkan ke arah kiblat dan telah diurug tanah maka liang kubur wajib digali kembali dan menghadapkan jenazahnya ke arah kiblat bila diperkirakan belum berubah. Disunahkan untuk menempelkan pipi jenazah ke bumi.

Tata Cara Mengubur Jenazah Menurut Aturan Islam

Berdasarkan sebuah hadits riwayat Imam Turmudzi berkenaan dengan para sahabat yang terbunuh pada waktu perang uhud, beliau bersabda:

احْفِرُوا، وَأَوْسِعُوا، وَأَحْسِنُوا

Artinya: “Galilah liang kubur, luaskan dan baguskan.”

****

3. Kuburan di Penguburan Muslim

Idealnya mayit muslim dikubur di tempat penguburan yang memang khusus muslim. Namun apabila tidak terdapat penguburan muslim dan darurat harus dilakukan penguburan segera, tidak masalah asalkan tata cara penguburan tetap sesuai aturan islam

****

4. Waktu Penguburan Jenazah

Waktu penguburan juga perlu untuk diperhatikan. Karena akan berefek kepada para panitia penguburan dan proses penguburan. Waktu yang tidak disarankan untuk mengubur adalah :

  • Saat matahari terbit hingga naik
  • Saat matahari di tengah-tengah
  • Saat matahari hampir terbenam dan hingga benar-benar terbenam

5. Penutup Lubang Kubur

Penutup lubang kubur tentu harus yang kuat dan menggunakan kayu yang kuat juga. Ditambah juga bambu dan batu untuk menyangga sehingga tanah tidak mudah longsor ke bawah. Selain itu keranda mayit juga harus tertutup rapat dan sederhana saja (keranda yang masih sangat layak dipergunakan), Tidak harus keranda yang behiaskan perhiasan, Karena sejatinya menghadap Allah kembali adalah membawa amalan bukan membawa harta dunia.

B. Membawa dan Mengiringi Jenazah ke Kubur

Keranda Mayat
Memasukkan Jenazah ke Liang Lahat, sumber : Keranda

Berikut adalah Adab yang baik saat Membawa dan Mengiringi Jenazah ke Kubur :

1. Mengiring Jenazah dengan Khusuk

Orang orang terdekat, keluarga, dan kerabat dianjurkan untuk ikut mengiring jenazah dari setelah memandikan, mengkafani, menyolatkan, sampai menuju ke kuburan. Hal ini adalah proses terakhir keluarga untuk mendampingi mayit menuju ke tempat berpulang akhirnya. Saat mengiringi jenazah tentu tidak bersikap sambil senda gurau atau bersuara.

****

2. Pengiring Jenazah

Pengiring jenazah yang mengantar dengan berjalan kaki berada di sekitar mayit dan yang menggunakan kendaraan berada di belakang iringan mayit. Jika kendaraan yang lewat, maka didahulukan untuk jenazah yang lewat. Untuk para pengiring jenazah juga tidak dianjurkan untuk duduk terlebih dahulu sebelum jenazah diturunkan dari pundak pembawanya.

Saat memasuki kuburan pengiring pun juga harus mengucapkan salam dan melepaskan alas kaki. Bacaan yang diucapkan adalah:

assala-mualaikum da-ra qoumin mu’mini-na wa inn aissya- allo-hu la-khiqu-n. Allohumma la-takhrimna-ajrohum wala taftinna-badahum”.

Artinya: “Semoga kedamaian tercurah kepadamu, wahai perumahan orang-orang yangMukmin. Dan insya Allah, kami akan menyusul kamu sekalian. Ya Allah,janganlah Engkau menjauhkan kami dari pahala mereka dan janganlah Engkautimbulkan fitnah kepada kami, sepeninggal mereka

Bisa juga membaca

“assala-mu alaikum ahlad diyari minal mu’mini-na walmuslimin, wa inna- insya- allo-hu bikum la-khiqu-n. Nasalullo-ha lana wa lakumul afiyah”

****

3. Memasukkan ke dalam Kubur

Adanya dua atau tiga orang yang terdekat dari keluarga mayit memasukkan mayit ke dalam kubur dengan berdiri untuk menerima jenazah yang akan dikuburkan. Keluarga yang memasukkan diusahakan adalah mereka yang tidak berhadas besar. Jenazah dikuburkan dari arah kaki kubur dan mendahulukan kepala sambil membaca

“Bismillahi Wa Ala Millati Rasulullah” yang artinya “Dengan Nama Allah dan atas agama Rasulullah”.

Setelah jenazah diletakkan secara pelan di dasar kubur disunahkan pula untuk melepas tali ikatannya dimulai dari kepala.

Keranda Mayat
Ziarah Kubur, sumber : Keranda

Akan lebih baik bila orang yang meletakkan dan meluruskan jenazah di liang kubur adalah orang laki-laki yang paling dekat dan menyayangi si mayit pada saat hidupnya. Pada saat meletakkannya di liang lahat disunahkan membaca:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Bismillâhi wa ‘alâ sunnati Rasûlillâhi shallallâhu ‘alaihi wa sallama.”

Mengikuti sunah Rasulullah sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam Abu Dawud dari sahabat Abdullah bin Umar, bahwa bila Rasulullah meletakkan jenazah di dalam kubur beliau membacabismillâhi wa ‘alâ sunnati Rasûlillâhi shallallâhu ‘alaihi wa sallama”

****

4. Posisi Mayit saat Dimasukkan ke Kubur

Khusus untuk jenazah perempuan maka dibentangkan kain di atas liang kubur. Untuk mayit baik laki laki atau perempuan maka dimiringkan ke sisi kanan dan menghadap kiblat. Tidak lupa melepas tali-tali dan membuka kain yang menutupi pipi serta jari-jari kaki sehingga bisa menempel ke tanah.

****

5. Proses Penutupan Kuburan

Saat proses menutup kuburan maka digunakan dengan papan kayu atau bambu, lempeng, dengan memberikan rongga yang cukup di lubangnya. Selain itu juga menimbun liang kubur dengan tanah yang ditinggikan satu jengkal. Setelah selesai maka dipasang juga batu, kayu, atau bambu pada arah kepala tanpa diberi identitas apapun. Jika sudah selesai, pengiring jenazah dan para pengantar jenazah dapat menyaksikan penguburan sambil menaburkan tanah ke atas kuburan sebanyak tiga kali.

****

6. Larangan yang Berkaitan dengan Proses Penguburan

Ada beberapa larangan yang berkaitan dengan proses penguburan. Hal-hal ini tentu harus diperhatikan oleh para pantia dan pengiring jenazah.

  • Meninggikan timbunan kuburan lebih dari satu jengkal di atas permukaan tanah.
  • Menembok kuburan dan menjadi bangunan
  • Menulisi kuburan dengan berbagai tulisan
  • Duduk di atas Kuburan
  • Menjadi kuburan sebagai bangunan masjid
  • Berjalan di atas kuburan tanpa menggunakan alas kaki
  • Melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menjurus ke arah syirik dan takhayul, meminta doa pada mayit, dan mistis

Hal-hal tersebut harus diperhatikan dan jangan sampai ketika berziarah dapat menjadikan seorang muslim terlalu sedih atau terbawa perasaan yang hanyut. Selain itu umat islam juga bisa mempersiapkan pengetahuan mengenai Hukum ziarah kubur dalam islam , Shalat Jenazah,  dan Adab Ziarah Kubur.

Demikian artikel kami tentang Tata Cara Mengubur Jenazah Menurut Aturan Islam. Semoga ulasan kali ini bisa menjadi pedoman dan bermanfaat untuk Anda. Simak berbagai artikel lainnya dari distributor keranda mayat.

Tata Cara Sholat Jenazah Lengkap Beserta Bacaannya

Keranda Mayat

Sholat Jenazah adalah sholat sunnah yang dikerjakan dengan 4 kali takbir Sholat jenazah dilakukan setelah ada orang muslim yang wafat (meninggal dunia). Bagaimana tata cara sholat jenazah?

Sebelum Jenazah seorang muslim dimakamkan maka hendaknya di Mandikan, Dikafani, Dan Disholatkan terlebih dahulu.

Sholat Jenazah termasuk kedalam fardhu Kifayah, yaitu Kewajiban yang ditunjukan untuk orang banyak (umat islam) yang ada di daerah itu, dan apabila hanya sebagian yang mengerjakannya atau yang lainnya tidak ikut, maka gugurlah ibadah untuk semuanya yang ada di daerah itu.

A. Syarat Sholat Jenazah

  • Menutup aurat
  • Suci dari najis/hadas kecil dan besar, suci pakaian dan tempatnya
  • Menghadap kiblat
  • Mayit sudah dimandikan dan dikafani
  • Letak Jenazah atau Mayit sebelah kiblat orang yang menyalatinya, terkecuali kalau shalat dikerjakan di atas kubur atau Sholat Ghaib.

B. Rukun dan Tata Cara Sholat Jenazah

Keterangan * Sholat jenazah tidak dengan ruku’ dan sujud serta tidak dengan adzan dan iqamat, adapun tatacaranya adalah sebagai berikut :

1. Lafadz Niat Shalat Jenazah Untuk Laki-laki :

اُصَلِّى عَلَى هَذَاالْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

USHOLLI  ‘ALAA  HAADZALMAYYITI  ARBA’A  TAKBIRAATIN  FARDHOL  KIFAAYATI MA’MUUMAN-LILLAAHI TA’AALA.

Artinya :
Saya niat (mengerjakan) shalat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah karena menjadi makmum karena Allah Ta’ala.

****

Sholat Jenazah, sumber Plan your Umrah

2. Lafadz Niat Shalat Jenazah Untuk Perempuan :

اُصَلِّى عَلَى هَذِهِ الْمَيِّتَةِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

USHOLLI ‘ALAA HAADZIHIL MAYYITATI  ARBA’A  TAKBIRAATIN  FARDHOL  KIFAAYATI MA’MUUMAN  LILLAAHI  TA’AALA.

Artinya :
Saya niat shalat atas mayit perempuan ini empat kali takbir fardhu kifayah karena menjadi makmum karena Allah Ta’ala.

Keterangan : Lafadz niat diatas merupakan bacaan niat ketika kita sholat jenazah menjadi ma’mum. Namun apabila kita menjadi imam, maka lafadz atau bacaan “MA’MUUMAN” diganti dengan lafadz “IMAAMAN”.

****

3. Setelah membaca Niat dilanjutkan dengan Takbiratul Ihram,

Yakni setelah mengucapkan “Allahu Akbar”, sambil meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri diatas perut (Sedakep/ Sandekep), kemudian membaca surat Al-Fatihah (tidak membaca surat yang lain). Setelah membaca Fatihah terus takbir membaca “Allahu Akbar”.

****

4. Setelah Takbir Kedua, Dilanjutkan membaca Shalawat kepada Baginda Rasulullah SAW, Sebagai berikut :

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد

ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD

“Ya Allah, berilah Sholawat atas Nabi Muhammad”

Untuk lebih sempurna/ Lengkap bacalah shalawat berikut :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

ALLAHUMMA SALLI `ALA MUHAMMADIN WA`ALA ALI MUHAMMAD, KAMA SALLAYTA `ALA IBRAHIMA WA’ALI IBRAHIM, INNAKA HAMIDUN MAJID, WABARIK `ALA MUHAMMADIN WA`ALA ALI MUHAMMAD, KAMA BARAKTA `ALA IBRAHIMA WA’ALI IBRAHIM, INNAKA HAMIDUN MAJID

“Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia. Dan berilah berkat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberi berkat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia.”

****

4. Setelah Takbir Ke Tiga, Kemudian dilanjutkan membaca Doa berikut ini :

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ

ALLAAHUMMAGHFIR LA-HU (HAA) WARHAM-HU (HAA) WA’AFI-HI (HAA) WA’FU ‘AN-HU (HAA)

“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, dan sejahterakanlah dia, dan maafkanlah dia”

Lengkapnya, sebagai berikut :

اللّهمّ اغْفِرْ لَهُ (هَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِيْهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا) وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ (هَا) وَوَسِّعْ مَدْخََلَهُ (هَا) وَاَغْسِلْهُ (هَا) بِالْمَآءِ وَالثّلْجِ والْبَرَدِ وَنَقِّهِ (هَا) مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثّّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنَ الدّنَسِ و اَبْدِلْهُ (هَا) دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ (هَا) وَ اَهْلاً خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ (هَا) وَزَوْجٍا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ (هَا) وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ

ALLAAHUMMAGHFIR LA-HU (HAA) WARHAM-HU (HAA) WA’AFI-HI (HAA) WA’FU ‘AN-HU (HAA), WA AKRIM NUZUULA-HU (HAA), WAWASSI’ MADKHOLA-HU (HAA), WAGHSIL-HU (HAA) BIL MAA-I WATS TSALJI WAL-BARADI, WANAQQI-HI (HAA) MINAL KHATHAYAAYAA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYAD-HU (HAA) MINAL DANASI, WA ABDIL-HU (HAA) DAARAN KHAIRAN MIN DAARI-HI (HAA), WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLI-HI (HAA), WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAU-JI-HI (HAA), WAQI-HI-(HAA)FITNATAL QABRI WA’ADZABAN NAARI.

“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”

Keterangan : Jika Mayit Perempuan Lafadz HU/HI menjadi HA dan seterusnya.

****
Keranda Mayat

5. Selesai Takbir Ke-Empat, maka membaca Doa, Berikut :

اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ

ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRA-HU (HA), WALAA TAFTINNAA BA’DA-HU (HA)

“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan Kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah pada kami setelah kematiannya.”

Lengkapnya, sebagai berikut :

اللّهُمّ لاَ تَحْررِمْنَا اَجْرَهُ (هَا) وَ لاَ تََفْْتِنّاََ بَعْدَهُ (هَا) وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (هَا) وَلِإِخْوانِناََ اّلَذِيْنَ سَبَقُوْنَ بِالْإِيْمَانِ وَ لاَ تَجْعَلْ فِى قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبّنَا إِنّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ

ALLAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRO-HU (HAA) WALAA TAFTINAA BA’DA-HU (HAA) WAGFIR LANAA WA LA-HU (HAA) WA LI IKHWANINA LADZINA SABAQUUNA BIL IMAANI WA LA TAJ’AL FI QULUUBINA GILLAL LILLADZINA AMANUU ROBBANA INNAKA ROUUFUR ROHIIM.

“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan Kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah pada kami setelah kematiannya serta ampunilah kami dan dia, dan juga bagi saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian terhadap orang-orang yang beriman (berada) dalam hati kami. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”

Keterangan : Jika Mayit Perempuan Lafadz HU/HI menjadi HA dan seterusnya.

****

6. Kemudian (Selesai ) Memberi salam sambil memalingkan muka ke kanan dan ke kiri dengan ucapan salam, sebagai berikut :

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

ASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKAATUH

“Keselamatan dan Rahmat Allah Semoga tetap kepada Kamu sekalian”

****

Demikian artikel tentang “Tata Cara Sholat Jenazah Lengkap Beserta Bacaannya” semoga bermanfaat. Simak berbagai ulasan seputar pengurusan jenazah dan harga keranda mayat di website distributor keranda mayat.

Tata Cara Mengkafani Jenazah yang Benar

Tatacara Mengkafani Jenazah Dengan Baik Dan Benar

Tata cara mengkafani jenazah dengan baik dan benar adalah sebagaimana yang diterangkan dalam pedoman seperti Al Quran dan As Sunnah. Tata cara mengkafani jenazah laki-laki sedikit berbeda dengan tata cara mengkafani jenazah wanita. Berikut tata caranya.

Mengkafani jenazah laki-laki

Tata cara mengkafani jenazah laki-laki adalah dibalut dengan tiga lapis kain kafan berdasarkan hadits Rosulullah SAW. Dikafani dengan 3 kain sahuliyah yang putih bersih dari kapas tanpa ada baju dan serban padanya, dibalut dengan 3 kain tersebut.

Keranda Stainless Indonesia
Mengkafani Jenazah, sumber alrajab

1. Memilih dan mempersiapkan ukuran kain

Sebelum memmilih kain kafan hendaklah yg mengurus jenazah mengukur postur dari jenazah, lalu potong kain dan sesuaikan dengan postur jenazah yang telah di ukur

  • Jika lebar tubuh korban 30cm, maka leba kain yang disediakan adalah 90cm (1:3)
  • Jika tinggi tubuhnya 180 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 60cm
  • Jika tinggi tubuhnya 150 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 50cm
  • Jika tinggi tubuhnya 120 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 40cm
  • Jika tinggi tubuhnya 90 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 30cm
  • Tambahan panjang kain kafan dimasudkan agar mudah mengikat bagian atas kepalanya dan bagian bawahnya

2. Mempersiapkan tali pengikat kain kafan

  • panjang tali disesuaikan dengan lebar tubuh dan ukuran kain kafan, misalkan lebar  tubuhnya 60cm berarti panjang tali adalah 180cm
  • Siapkan 7 tali pengikat (usahakan tali pengikat jumlahnya ganjil) lalu di pintal dan diletakan dengan jarak yang sama diatas usungan jenazah.
  • Kemudian letakan 3 helai kain kafan sama rata diatas tali pengikat yang sudah dahulu diletakkan diatas usungan jenazah, dengan menyisikan lebih panjang dibagian kepala

3. Cara mempersiapkan kain penutup aurat

  • Sediakan kain dengan panjang 100cm dan lebar 25cm (untuk jenazah yang tubuhnya mempunyai lebar  60cm dan tinggi 180cm), potonglah dari atas dan dari bawah sehingga bentuknya seperti popok bayi.
  • Kemudian letakkan diatas ketiga helai kain kafan tepat dibawah tempat duduk mayit, letakan juga potongan kapas diatasnya
  • lalu bubuhilah wewangian dan kapur barus diatas kain penutup aurat dan kain kafan yang langsung melekat pada tubuh mayit

4. Cara memakaikan kain penutup aurat

  • Pindahkan jenazah kemudian bubuhi tubuh jenazah dengan wewangian atau sejenisnya,bubuhi anggota-anggota sujud
  • sediakan kapas yang diberi wewangian dan letakan dibagian tubuh yang terlipat seperti ketiak dan yang lainnya
  • Letakan kedua tangan sejajar dengan sisi tubuh, lalu ikatlah kain penutup sebagaimana memopok bayi dimulai dari kanan lalu ikat dengan baik

5. Membalut kain kafan

  • Mulailah dengan melipat lembaran pertama kain kafan sebelah kanan, balutlah dari kepala sampai kaki
  • Lakukan langkah perrtama pada lembaran kain yang kedua dan ketiga

6. Mengikatkan Tali pengikat

  • Mulailah dengan mengikat tali dari atas kepala mayit dan sisa kain atas yang lebih itu dilipat kebagian wajahnya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri
  • Ikatlah bagian kaki dan sisa kain kafan bagian bawah yang lebih itu dilipat kekakinya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri
  • setelah itu ikatlah kelima tali yang lain dengan jarak sama rata. perlu diperhatikan untuk mengikat tali agar tidak terlalu kencang dan usahakan ikatan terletak di sebelah sisi tubuh bagian kiri agar mudah dibuka saat jenazah dibaringkan kesebelah kanan dalam kubur

Mengkafani Jenazah wanita

Jenazah wanita dibalut dengan lima helai kain kafan. Terdiri atas : Dua helai kain, sebuah baju kurung atau jilbab dan selembar sarung beserta kerudungnya seperti jilbab instan. Jika ukuran lebar tubuhnya 50 cm dan tingginya 150 cm, maka lebar kain kafannya 150 cm dan panjangnya 150 ditambah 50 cm.

Adapun panjang tali pengikatnya adalah 150 cm, disediakan sebanyak tujuh utas tali, kemudian dipintal dan diletakkan sama rata di atas usungan jenazah. Kemudian dua kain kafan tersebut diletakkan sama rata diatas tali tersebut dengan menyisakan lebih panjang dibagian kepala.

Mengkafani Jenazah Wanita
Mengkafani Jenazah Wanita

1. Mempersiapkan baju kurungnya

  • Ukurlah mulai dari pundak sampai kebetisnya, lalu ukuran tersebut dikalikan dua, kemudian persiapkanlah kain baju kurungnya sesuai dengan ukuran tersebut
  • Lalu buatlah potongan kerah tepat ditengah-tengah kain itu agar mudah dimasuki kepalanya
  • Setelah dilipat dua, biarkanlah lembaran baju kurung bagian bawah terbentang, dan lipatlah lebih dulu lembaran atasnya (sebelum dikenakan pada mayyit, dan letakkan baju kurung ini di atas kedua helai kain kafannya ).lebar baju kurung tersebut 90 cm.

2. Cara mempersiapkan kain sarung

Ukuran kain sarung adalah : lebar 90 cm dan panjang 150 cm. Kemudian kain sarung tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurungnya.

3. Cara mempersiapkan kerudung.

Ukuran kerudungnya adalah 90 cm x90 cm. Kemudian kerudung tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurung.

4. Cara mempersiapkan kain penutup aurat.

  • Sediakan kain dengan panjang 90 cm dan lebar 25 cm
  • Potonglah dari atas dan dari bawah seperti popok
  • Kemudian letakkanlah diatas kain sarungnya tepat dibawah tempat duduknya, letakkan juga potongan kapas diatasnya
  • Lalu bubuhilah wewangian dan kapur barus diatas kain penutup aurat dan kain sarung serta baju kurungnya.

 5. Cara melipat kain kafan

Sama seperti membungkus mayat laki-laki.

6. Cara mengikat tali

Sama seperti membungkus jenazah laki-laki.

Catatan:

  1. Cara mengkafani jenazah anak laki-laki yang berusia dibawah tujuh tahun adalah membalutnya dengan sepotong baju yang dapat menutup seluruh tubuhnya atau membalutnya dengan tiga helai kain.
  2. Cara mengkafani jenazah anak perempuan yang berusia dibawah tujuh tahun adalah dengan membaluatnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.

Arti Mati Syahid Menurut Pendapat Beberapa Ulama’

Ilustrasi Medan Perang, sumber Makintau.com

Dalam pembahasan memandikan jenazah, kita menemukan beberapa pengecualian yang menjadikan jenazah tidak perlu dimandikan. Salah satunya adalah apabila jenazah merupakan seseorang yang mati syahid. Nah, apa sebenarnya arti mati syahid? Apa landasan yang menjadikan seseorang termasuk golongan mati syahid sehingga jenazahnya tidak perlu dimandikan?

Bagi orang yang masih hidup, mengurusi jenazah merupakan salah satu fardhu kifayah untuk dijalankan. Selain menuntaskan kewajiban, mengurusi jenazah juga bisa memberikan hikmah berupa pemahaman bahwa setiap yang hidup pasti akan kembali kepada Rabb semesta alam. Dengan senantiasa mengingat mati, diharapkan manusia bisa senantiasa berupaya untuk berada di jalan yang benar.

Dalam pengurusan jenazah, aktivitas yang perlu dilakukan adalah mulai dari memandikan jenazah, mengkafani jenazah, menyolatkan jenazah hingga menguburkan jenazah. Berbagai aktivitas ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan peralatan seperti tempat pemandian jenazah, keranda mayat stainless, tenda pemandian jenazah dan lainnya yang memudahkan pengurusan jenazah.

Arti Mati Syahid

Memandikan jenazah adalah salah satu aktivitas fardhu kifayah yang dilakukan. Namun, terdapat pengecualian atas jenazah yang tergolong mati syahid. Jenazah yang merupakan seseorang yang mati syahid tidak perlu dimandikan. Nah, apa arti mati syahid yang merupakan salah satu pengecualian untuk tidak memandikan jenazah?

Ilustrasi Kematian, sumber : Inilah Koran
Ilustrasi Kematian, sumber : Inilah Koran

Didalam kitab At Taudhih, redaksi distributor keranda mayat menyimpulkan bahwa seseorang yang meninggal dan tergolong mati syahid adalah yang terbunuh di medan perang melawan orang kafir. Sedangkan Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan beberapa pendapat ulama tentang arti mati syahid. Berikut diantaranya :

1. Karena orang yang mati syahid hakekatnya masih hidup, seolah ruhnya menyaksikan, artinya hadir. Ini merupakan pendapat An-Nadhr bin Syumail.

2. Karena Allah dan para malaikatnya bersaksi bahwa dia ahli surga. Ini merupakan pendapat Ibnul Anbari.

3. Karena ketika ruhnya keluar, dia menyaksikan bahwa dirinya akan mendapatkan pahala yang dijanjikan.

4. Karena disaksikan bahwa dirinya mendapat jaminan keamanan dari neraka.

5. Karena ketika meninggal tidak ada yang menyaksikannya kecuali malaikat penebar rahmat.

Sehingga secara bahasa syahid adalah sebagaimana yang disebutkan di atas namun jenazah yang tidak dimandikan karena mati syahid adalah seseorang yang terbunuh di medan perang menghadapi orang kafir.

Tata Cara Memandikan Jenazah

Setelah mengerti apa arti mati syahid, maka berlaku hukum pengecualian dimana jenazah tidak perlu dimandikan. Namun meskipun begitu, tidak ada salahnya untuk memahami juga bagaimana tata cara memandikan jenazah. Berikut langkahnya :

1. Jenazah diletakan ditempat yang tinggi diatas pemandian jenazah, bale, atau dipan agar tidak terkena percikan air atau basuhan yang telah mengalir dari tubuhnya dengan posisi tubuh telentang dengan seraya menghadap kiblat, tengkuk diangkat sedikit agar air mengalir kebawah

2. Memandikan jenazah ditempat tertutup,tidak boleh ada yang masuk kecuali yang memandikan, dan jenazah/mayit dianjurkan agar memakaikannya baju tipis atau kain yang dapat menutupi aurat dan menutupi bagian jika ada yang cacat di tubuh jenazah

Ilustrasi Medan Perang, sumber Makintau.com
Ilustrasi Medan Perang, sumber Makintau.com

3. Jika saat memandikan melihat sesuatu yang baik/bagus dari diri almarhum maka boleh dibicarakan, namun sebaliknya jika melihat hal jelek/buruk pada diri almarhum/jenazah maka tidak boleh dibicarakan karena termasuk ghibah

4. Pada saat memandikan diusahakan pada orang yang memandikan untuk sebisa mungkin untuk tidak melihat aurat jenazah, sebagaimana tidak berani melihat aurat orang yang masih hidup, maka yang sudah mati lebih mulia untuk tidak melihatnya

5. Memandikan Jenazah dengan air dingin dan dicampur bidara

6. Perut jenazah ditekan dengan tangan kiri agar kotoran yang ada di dalam perutnya keluar, atau dengan cara didudukan. Kemudian menuangkan air dan membersihkan kotoran. Hal ini dilakukan agar kotoran tidak keluar lagi setelah dimandikan

7. Jenazah direbahkan telentang kembali untuk dibersihkan aurat depan dan belakangnya, dan daerah sekitarnya dengan tangan kiri yang telah terbungkus kain

8. Kemudian mengambil kain berikutnya untuk membersihkan gigi dengan jari telunjuk dan membersihkan lubang hidungnya dari kotoran

9. Jenazah di-wudlu-kan sebagaimana orang yang masih hidup dengan melaksanakan rukun dan sunah wudhu. Dan yang perlu diperhatikan adalah ketika berkumur atau saat memasukkan air ke hidung, jangan sampai air masuk ke dalam yaitu dengan cara kepala jenazah hendaknya agak di angkat

10. Membasuh kepala, jenggot jenazah juga dibasuh dan disisir perlahan-lahan. Jika ada rambut yang rontok sunnat diambil dan nanti diletakkan di dalam kain kafan

11. Kemudian membasuh anggota badan depan jenazah yang sebelah kanan mulai dari leher sampai ujung kakinya. Kemudian dilanjutkan pada bagian yang sebelah kiri

Praktek Wudhu Bagi Jenazah, sumber Al Azhar Memorial
Praktek Memandikan Jenazah, sumber Al Azhar Memorial

12. Jenazah dimiringkan ke kiri untuk dibasuh bagian belakang mulai dari tengkuk sampai ujung kaki. Kemudian dimiringkan ke kanan untuk dibasuh bagian yang sebelahnya. Semua basuhan di atas disunnatkan memakai air bidara atau sejenisnya

13. Basuhan kedua memakai air murni (tanpa campuran) sebagai pembilas (pembersih). Pembasuhan ini dilakukan dari kepala sampai ke kaki sebanyak tiga kali

Basuhan ketiga memakai air yang sudah dicampur sedikit kapur barus yang sekira tidak sampai merubah keadaan air, begitu pula pembasuhan ini dilakukan tiga kali

14. Sendi sendinya dilunakkan agar mudah disiapkan dalam pengafanan

15. Lalu dikeringkan tubuhnya dengan handuk dengan seksama sampai tidak ada lagi air di tubuhnya yang bisa membasahi kafannya

Nah itu dia ulasan seputar arti mati syahid dan jenazah yang tergolong tidak dimandikan karenanya. Semoga bisa semakin menambah pengetahuan kita dalam praktik mengurusi jenazah yang merupakan fardhu kifayah. Simak terus berbagai ulasan seputar pengurusan jenazah di halaman distributor keranda mayat.

Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Sunnah

cara memandikan jenazah

Berikut beberapa hadits tentang memandikan jenazah menurut sunnah :

اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ فِى الْمُحْرِمِ الَّذِى وَقَصَتْهُ: اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ (رواه البخار  ومسلم

Bahwasanya Rosulullah SAW Bersabda mengenai orang yang melakukan ihram. yang dicampakkan oleh untanya: “mandikanlah dia dengan air dan bidara.” (HR. Bukhari dan Muslim) Waqashatahu: unta itu mencampakan dan menginjak lehernya.

 

Hadits Ummu ‘Athiyah rodhiyallohu ‘anha:

دخل علينا النبي صلى الله عليه وسلم، ونحن نغسل ابنته (زينب)، فقال: اغسلنها ثلاثا، أو خمسا  أو أكثر من ذلك، إن رأيتن ذلك…الحديث

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memasuki tempat kami, sedangkan kami tengah memandikan jenazah anak beliau (yaitu Zainab). Maka beliau bersabda: “Mandikanlah dia dengan tiga atau lima atau lebih jika hal itu diperlukan…” (HR. Bukhori dan Muslim)

Memandikan Jenazah Menurut Sunnah

A. Syarat memandikan Jenazah :

  1. Orang Muslim, Berakal, dan Baligh (cukup umur)
  2. Niat
  3. Orang Shalih yang jujur dan dapat dipercaya (orang yang dapat menyiarkan hal yang baik dan dapat menutupi hal buruk tentang almarhum yang dimandikan.

B. Orang yang paling utama memandikan jenazah :

Jika Jenazah adalah seorang laki-laki maka orang yang memandikannya harus laki-laki (orang yang memandikan yang paling utama adalah dari keluarga Almarhum/jenazah) jika keluarga tidak ada, maka jenazah harus dimandikan oleh orang yang biasa memandikan jenazah, jika saat itu tidak ada laki-laki, maka yang memandikan adalah istrinya dan perempuan lain yang mahramnya.

Sebaliknya jika Jenazah adalah perempuan maka orang yang memandikan harus perempuan lagi, terutamakan adalah keluarganya yang memandikan, jika tidak ada maka oang yang memandikan adalah orang yang sudah baisa memandikan mayat, dan jika tidak ada perempuan saat itu, maka yang memandikan adalah suaminya atau laki-laki yang mahramnya.

Jika Perempuan yang mati dan yang hidup semuanya laki-laki, tidak ada keluarga, suami maupun mahramnya. maka, jenazah tidak dimandikan tetapi ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan lapis tangan sebagai mana sabda Rosulullah saw :

اذاماتت المرأة مع الرجال ليس معهم امرأة غيرها والرجل مع النساء, ليس معهن رجل غيره فإنهما ييمنان ويدفنان, وهما بمنزلة من لم يجد الماء

Artinya:  “Jika seorang perempuan meninggal dilingkungan laki-laki dan tidak ada perempuan lain atau lelaki meninggal dilingkungan perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka, hendaklah mayat-mayat itu ditayamumkan lalu dimakamkan, keduanya itu seperti orang yang tidak mendapatkan air (HR. Abu Dawud dan Al-Baihaqi)

Memandikan Jenazah Menurut Sunnah

 

pengiriman keranda mayat
Yayasan Khaif Mina Pemandian Jenazah di Perum Rizky Ilhami Lippo Karawaci Tangerang Banten,

C. Cara Memandikan Jenazah

  • Jenazah diletakan ditempat yang tinggi diatas pemandian jenazah, bale, atau dipan agar tidak terkena percikan air atau basuhan yang telah mengalir dari tubuhnya dengan posisi tubuh telentang dengan seraya menghadap kiblat, tengkuk diangkat sedikit agar air mengalir kebawah >>> Baca Artikel Pemandian Mayat 
  • Memandikan jenazah ditempat tertutup ,tidak boleh ada yang masuk kecuali yang memandikan, dan jenazah/mayit dianjurkan agar memakaikannya baju tipis atau kain yang dapat menutupi aurat dan menutupi bagian jika ada yang cacat di tubuh jenazah, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, ia berkata: ” ketika sahabat akan memandikan jenazah Rosulullah SAW, mereka berbeda pendapat dan berkata: “kami tidak tahu apakah kami harus membuka pakainnya?” ,ketika mereka sedang berselisih pendapat Allah telah menidurkan mereka. dan kemudian Berkata seseorang dari sebelah rumah dan mereka tidak mengetahui siapa dia, dia berkata: “mandikanlah Nabi dengan berpakaian” (HR Bukhari dan Muslim) >>> Tenda Untuk Memandikan Jenazah
  • Jika saat memandikan melihat sesuatu yang baik/bagus dari diri almarhum maka boleh dibicarakan, namun sebaliknya jika melihat hal jelek/buruk pada diri almarhum/jenazah maka tidak boleh dibicarakan karena termasuk ghibah
  • pada saat memandikan diusahakan pada orang yang memandikan untuk sebisa mungkin untuk tidak melihat aurat jenazah, sebagaimana tidak berani melihat aurat orang yang masih hidup, maka yang sudah mati lebih mulia untuk tidak melihatnya
  • Memandikan Jenazah dengan air dingin dan dicampur bidara
  •  Perut jenazah ditekan dengan tangan kiri agar kotoran yang ada di dalam perutnya keluar, atau dengan cara didudukan. Kemudian menuangkan air dan membersihkan kotoran. Hal ini dilakukan agar kotoran tidak keluar lagi setelah dimandikan.

Memandikan Jenazah Menurut Sunnah

  •  Jenazah direbahkan telentang kembali untuk dibersihkan aurat depan dan belakangnya, dan daerah sekitarnya dengan tangan kiri yang telah terbungkus kain
  • Kemudian mengambil kain berikutnya untuk membersihkan gigi dengan jari telunjuk dan membersihkan lubang hidungnya dari kotoran.
  • Jenazah di-wudlu-kan sebagaimana orang yang masih hidup dengan melaksanakan rukun dan sunah wudhu. Dan yang perlu diperhatikan adalah ketika berkumur atau saat memasukkan air ke hidung, jangan sampai air masuk ke dalam yaitu dengan cara kepala jenazah hendaknya agak di angkat.
  • Membasuh kepala, jenggot jenazah juga dibasuh dan disisir perlahan-lahan. Jika ada rambut yang rontok sunnat diambil dan nanti diletakkan di dalam kain kafan.
  • Kemudian membasuh anggota badan depan jenazah yang sebelah kanan mulai dari leher sampai ujung kakinya. Kemudian dilanjutkan pada bagaian yang sebelah kiri.
  • Jenazah dimiringkan ke kiri untuk dibasuh bagian belakang mulai dari tengkuk sampai ujung kaki. Kemudian dimiringkan ke kanan untuk dibasuh bagian yang sebelahnya. Semua basuhan di atas disunnatkan memakai air bidara atau sejenisnya
  • Basuhan kedua memakai air murni (tanpa campuran) sebagai pembilas (pembersih). Pembasuhan ini dilakukan dari kepala sampai ke kaki sebanyak tiga kali

Memandikan Jenazah Menurut Sunnah

  • Basuhan ketiga memakai air yang sudah dicampur sedikit kapur barus yang sekira tidak sampai merubah keadaan air, begitu pula pembasuhan ini dilakukan tiga kali
    Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyyah ra “Nabi menemui kami sedangkan kami kala itu tengah memandikan putrinya (zainab), lalu beliau bersabda: Mandikanlah dia tiga kali, limakali, atau lebih dari itu. Jika kalian memandang perlu, maka pergunakan air dan daun bidara. (Ummu’Athiyyah mengatakan, maka kukatakan : Dengan ganjil? Beliau menjawab: Ya). Dan buatlah di akhir mandinya itu tumbuhan kapur atau sedikit darinya. Dan jika kalian sudah selesai memandikannya, beritahu aku. Setelah selesai memandikan kami pun memberitahu beliau. Maka beliau melemparkan kain kepada kami seraya bersabda: pakaikanlah ini sebagai penutup tubuhnya. (Ummu ‘Athiyyah berkata: dan kami menyisirnya menjadi 3 kepang). (dan dalam sebuah riwayat disebutkan: maka kami menguraikan rambutnya dan kemudian membasuhnya). (Maka kami mengurai rambutnya menjadi 3 kepang: bagian atas dan ubun-ubunnya, dan meletakkan dibelakangnya). Ia berkata: Beliau bersabda: mulailah dengan anggota tubuhnya yang kanan serta anggota-anggota wudhunya.”. (HR. Bukhari Muslim)
  • Sendi sendinya dilunakkan agar mudah disiapkan dalam pengafanan.
  • Lalu dikeringkan tubuhnya dengan handuk dengan seksama sampai tidak ada lagi air di tubuhnya yang bisa membasahi kafannya.

Demikian artikel tentang Memandikan Jenazah Menurut Sunnah. semoga memberi manfaat bagi kita. Simak terus Distributor Keranda Mayat Stainless. Alamat workshop :

Jl. WR Supratman No. 30 Cimuning mustikajaya bekasi 17155

 

Cara Mewudhukan Jenazah yang Penting Untuk Diketahui

Praktek Wudhu Bagi Jenazah, sumber Al Azhar Memorial

Cara mewudhukan jenazah mungkin adalah hal yang jarang diketahui oleh banyak kalangan. Meskipun pasti ada diantara masyarakat yang bisa melakukannya, namun cara mewudhukan jenazah lebih jarang didengar dibandingkan dengan cara memandikan jenazah. Meskipun begitu, aktivitas ini termasuk salah satu yang penting dan harus dijaga keabsahannya.

Cara mewudhukan jenazah adalah bagian penting dari proses memandikan jenazah. Sedangkan memandikan jenazah adalah kewajiban diantara berbagai kewajiban bagi orang yang hidup kepada mayat saat meninggal. Nah, agar lebih banyak lagi orang yang memahami aktivitas penting yang satu ini, mari kita simak tata cara mewudhukan jenazah serta informasi terkait lainnya di artikel kali ini.

Kewajiban Orang Hidup Bagi Jenazah

Praktek Wudhu Bagi Jenazah, sumber Al Azhar Memorial
Praktek Wudhu Bagi Jenazah, sumber Al Azhar Memorial

Apa saja yang perlu dilakukan saat pertama kali mendengar peristiwa kematian di tengah kita? Ya, mengurusi jenazah. Aktivitas mengurusi jenazah ini merupakan kewajiban bagi kita terhadap jenazah sebelum berada di tempat peristirahatan terakhirnya sebagai saudara muslim. Nah, apa saja aktivitasnya? Sebelum mengulas cara mewudhukan jenazah, mari kita simak informasinya terlebih dahulu.

1. Memandikan Jenazah

Umumnya, setiap jenazah wajib dimandikan sebelum akhirnya dikuburkan di liang lahat. Hanya saja terdapat pengecualian. Pengecualian ini maksudnya adalah kondisi yang menjadikan urusan memandikan jenazah ini bisa tidak dilakukan. Namun umumnya semua jenazah harus dimandikan terlebih dahulu.

Untuk pengecualiannya, ada dua jenazah yang tidak dimandikan: (1) orang yang mati dalam medan perang (mati syahid), (2) janin yang belum mengeluarkan suara tangisan, ini menurut madzhab Imam Syafi’i. Sedangkan menurut madzhab Imam Ahmad, yang tidak perlu dimandikan adalah janin yang keguguran di bawah 4 bulan.

Mayit disiram dengan bilangan ganjil, yaitu boleh tiga, lima kali siraman atau lebih dari itu. Namun jika mayit disiram dengan sekali siraman saja ke seluruh badannya, maka itu sudah dikatakan sah. Pada siraman pertama diperintahkan diberi daun sider (bidara) dan saat ini boleh diganti dengan air sabun. Sedangkan pada siraman terakhir diberi kapur barus.

2. Mengkafani Mayit

Mengkafani mayit dilakukan dengan tiga helai kain berwarna putih, tidak ada pakaian dan tidak imamah (penutup kepala).

3. Menyolatkan Jenazah

Kewajiban selanjutnya yang perlu dilakukan untuk jenazah adalah di sholatkan. Bagi makmum, biasanya lebih mudah karena tinggal mengikuti gerakan imam. Namun jika sholat sendiri atau sholat ghaib atau bahkan menjadi imam, perlu diketahui tata caranya.

4. Menguburkan Jenazah

Jenazah dikuburkan di liang lahat dengan diarahkan ke arah kiblat. Jenazah dimasukkan dalam kubur dengan mengakhirkan kepala dan dimasukkan dengan lemah lembut. Bagi yang memasukkan ke liang lahat hendaklah mengucapkan: Bismillah wa ‘alaa millati rosulillah (Dengan nama Allah dan di atas ajaran Rasulullah).

Keranda Stainless Indonesia
Praktik Mengkafani Jenazah, sumber alrajab

Itu dia ke empat kewajiban orang yang masih hidup saat mendengar peristiwa adanya kematian seorang muslim. Kewajiban ini merupakan fardhu kifayah yang harus selesai. Jika tidak ada yang menyelesaikannya, maka menjadi dosa bagi siapa saja yang masih hidup.

Cara Mewudhukan Jenazah

Selanjutnya kita masuk kepada aktivitas yang lebih spesifik dari bagian memandikan jenazah. Yaitu aktivitas wudhu bagi jenazah. Ternyata, meskipun sudah mayit, seorang manusia yang akan diantarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya menggunaka keranda mayat harus berwudhu. Cara mewudhukan jenazah adalah wudhu yang dilakukan kepada orang lain dalam hal ini mayat.

Secara singkat, cara mewudhukan jenazah adalah sebagai berikut :

1. Petugas berniat (dalam hati) untuk mewudhukan jenazah serta membaca basmalah. Lafal niat untuk mewudhukan jenazah ini juga khusus berbeda dengan niat wudhu untuk sendiri. Selain itu, terdapat perbedaan lafal untuk laki-laki dan perempuan.

Lafal niat untuk jenazah laki-laki

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى

“Nawaitul Wudhua Lihadzal Mayyiti Lillahi Ta’alaa”

Lafal niat untuk jenazah perempuan

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِهٰذِهِ الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى

“Nawaitul Wudhua Lihadzihil Mayyiti Lillahi Ta’alaa”

2. Lalu petugas mewudhui jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.

Sholat Jenazah, sumber Plan your Umrah

3. Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.

4. Jika ada kendala untuk mewudhukan jenazah misalnya penyakit atau perkara lainnya yang menurut tinjauan syariat dapat menjadi alasan untuk mentayamumkan jenazah, maka perlu dilakukan tayamum sebagai pengganti wudhu bagi jenazah. Tata cara bertayamum dapat diketahui berdasarkan tayamum yang dilakukan sendiri. Namun sebagaimana cara mewudhukan jenazah, cara mentayamumkan juga dilakukan kepada mayat.

Cara mentayamumkan jenazah adalah sebagai berikut :

Kedua tangan orang yang tayammum diletakkan pada debu. Tangan kanannya diusapkan pada wajah mayit, seraya berniat :

نويت التيمم عن تحت القلفة هذاالميت لله

Dengan tangan kiri diusapkan pada tangan kanan mayit. Tangan kanan diletakkan pada debu lagi untuk diusapkan pada tangan kiri mayit. Selesai.

Itu dia cara mewudhukan jenazah yang mungkin jarang dipahami oleh banyak kalangan. Karena menjadi kewajiban (meskipun kifayah), namun hendaknya dapat dipahami oleh banyak kalangan agar tidak berpotensi hilangnya kemampuan melaksanakan kewajiban. Termasuk kewajiban menuntut ilmu.

Semoga ulasan dalam artikel ini memberikan manfaat untuk kita semua. Bagi yang membutuhkan peralatan pengurusan jenazah yang modern terbuat dari logam, silahkan kunjungi informasi produk di website distributor keranda mayat. Simak juga berbagai artikel lainnya ya.