Salah satu yang menjadi kepastian bagi setiap manusia adalah mati. Namun berbeda definisi kematian menurut berbagai pandangan hidup yang dianut oleh manusia. Bagi Umat Islam, kematian adalah jembatan yang menghubungkan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Karena itu, perlu bagi setiap muslim untuk mempersiapkan kematian yang pasti akan dijumpai setiap orang.
Pedoman mempersiapkan kematian sudah tersirat pada sumber-sumber petunjuk dalam Islam yaitu Al Quran, As Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Namun untuk memahaminya, diperlukan ilmu agar mendapatkan kesimpulan yang benar. Bagaimana apabila tidak memiliki ilmu? Kita bisa mengambil dan mengkaji berbagai penyampaian para Ulama’ terkait mempersiapkan kematian bagi seorang muslim ini.
Tugas Seorang Muslim
Bagi seorang muslim, keberadaannya di dunia bukan tanpa alasan. Setelah memahami siapa Sang Pencipta yang haq, maka didapati bahwa petunjuk dari Sang Pencipta inilah yang paling layak dijadikan pedoman. Sang Pencipta yang tidak ada tuhan selain-Nya adalah Allah SWT.
Bagaimana petunjuk dari Allah SWT terkait tugas seorang muslim yang menjadi alasan mengapa dia dihidupkan serta menjadi patokan bagi tujuan hidupnya? Bisa dilihat dari wahyu yang Allah SWT turunkan di dalam Al Qur’an,
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Az Zariyat : 56)
Kata “mengabdi kepada-Ku” di definisikan menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Seluruh perintah Allah SWT semuanya terkumpul dari satu pedoman yaitu syari’at Islam. Maka, bisa disimpulkan, bagi seorang muslim kehidupannya di dunia adalah untuk menjalankan berbagai aktivitas dalam hidupnya sesuai dengan syari’at Islam.
Mempersiapkan Kematian
Jika seorang muslim dapat menjalankan syari’at Islam secara sempurna bagi dirinya, maka sebagai seorang muslim dapat dikatakan bahwa dia menjalankan tugasnya dengan baik. Apabila dalam kehidupan ini, dia menyelesaikan tugasnya dengan bagi maka dapat diasumsikan bahwa dia dapat kembali ke sisi Allah SWT dalam keadaan yang baik pulang.
Kembalinya seseorang ke sisi Allah SWT (dari kehidupan dunia) melalui jembatan yang bernama kematian. Meskipun disebut jembatan, namun ternyata kematian merupakan peristiwa yang berat untuk dijalani bagi siapapun. Diriwayatkan dari Syahr bin Husyab dia berkata,
“Rasulullah SAW ditanya tentang beratnya kematian, Beliau SAW bersabda, “Kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba.”
Hadits dari Nabi SAW di atas menggambarkan bahwa kematian yang paling ringan saja begitu menyakitkan. Maka dari itu, wajar jika dikatakan bahwa kematian merupakan peristiwa yang berat. Untuk menghadapi peristiwa yang berat inilah kita mempersiapkan kematian.
Lantas, bagaimana kita mempersiapkan kematian? Mari kita melihat terlebih dahulu amalan para Shahabat Rasulullah SAW yang telah dijamin masuk surga. Mereka saat merasa sudah didatangi oleh ajalnya, melakukan amalan-amalan yang menjadikan mereka mengerti akan kedatangan peristiwa ini. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abu Thalib, semoga Allah SWT meridhoi mereka semua.
- Diriwayatkan, ketika menghadapi hari-hari kematiannya, Abu Bakar As-Shiddieq RA sering membaca surah Qaaf [50] ayat 19. Abu Bakar berpesan kepada putrinya Aisyah, “Lihatlah kedua pakaianku ini, cucilah keduanya dan kafankan aku dengannya. Sesungguhnya mereka yang hidup lebih utama menggunakan baju baru daripada yang sudah jadi mayit.”
- Ketika Umar bin Khattab RA ditusuk oleh seseorang, sahabatnya bernama Abdullah bin Abbas RA datang menjenguknya. Dia berkata, “Engkau telah masuk Islam saat orang-orang (lain) masih kafir. Dan engkau selalu berjihad bersama Rasulullah saat orang-orang (lain) malas. Saat Rasulullah SAW wafat dia sudah ridha denganmu.”
Umar kemudian berkata, “Ulangi ucapanmu!” Maka diulang kepadanya. Dia kemudian berkata, “Celakalah orang yang tertipu dengan ucapan-ucapanmu itu.” - Setelah ditusuk oleh orang-orang yang memberontak hingga darah mengalir ke janggutnya, Utsman bin Affan RA berkata, “Tidak ada Tuhan selain Engkau (ya Allah), Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. Ya Allah, aku memohon perlindungan-Mu dan pertolongan-Mu atas segala persoalanku dan aku memohon pada-Mu diberikan kesabaran atas ujian ini.”
- Menjelang kematiannya, Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Apa yang sudah dilakukan terhadap orang yang menusukku?” Mereka menjawab, “Kami telah menangkapnya.” Ali berkata, “Beri makan dan minum dia dengan makanan dan minumanku. Jika aku hidup, aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Jika aku mati, pukullah dia sekali pukul saja. Jangan kalian tambahkan sedikit pun.”
Ali kemudian berpesan kepada putranya Hasan RA agar memandikannya. Ia berkata, “Jangan berlebih-lebihan dalam mengafaniku. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah bermewah-mewahan dalam berkafan sebab yang demikian itu menghimpit dengan keras.”
Dari berbagai uraian serta peristiwa di atas, kita sedikit dapat mengambil pelajaran. Bahwa, mempersiapkan kematian tidak jauh dari bagaimana menyempurnakan tugas kita sebagai seorang muslim yaitu berusaha menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Aktivitas ini jika dirinci lebih spesifik adalah mengerjakan setiap amalan shalih, menghindari berbagai macam maksiyat serta selalu melakukan tobat.
Terakhir, untuk lebih menguatkan upaya kita menyelesaikan tugas selama masih diberikan kehidupan ini, mari simak hadits Rasulullah SAW berikut.
“Orang cerdas adalah orang yang rendah diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, dan orang lemah adalah orang yang mengikutkan dirinya pada hawa nafsunya dan berangan-angan atas Allah,” (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya). Semoga bisa menjadi renungan yang bermanfaat untuk kita semua. Apabila Anda membutuhkan keranda mayat baik untuk keperluan bersama di Masjid atau di area tempat tinggal Anda, hubungi distributor keranda mayat.