Desa Trunyan di Bali memiliki tata cara pengurusan jenazah yang berbeda dibandingkan masyarakat pada umumnya. Bali yang lebih doharga keranda mayatminan beragama Hindu sebenarnya sudah dikenal dengan “ngaben”. Ngaben adalah upacara pemakaman, dimana mayat dikremasi (dibakar). Namun Trunyan di Bali memiliki tradisi tersendiri yang lebih berbeda.
Ulasan ini bertujuan untuk menggambarkan tradisi menarik seputar pengurusan jenazah di Indonesia. Bagi Anda yang beragama muslim, tentu memiliki pemahaman yang berbeda dengan tradisi yang akan di ulas berikut ini. Nah, bagaimana tradisi pengurusan jenazah di Desa Trunyan di Bali?
Desa Trunyan
Trunyan di Bali adalah nama sebuah desa dengan ciri khas tradisinya. Meskipun berbeda dengan daya tarik Bali pada umumnya semisal pantai, pemandangan desa dan tebing, wisatawan juga tertarik untuk mengunjungi desa yang satu ini. Nah, apa yang ingin dilihat oleh para wisatawan di desa ini?
Ada tradisi yang unik dan tampak di Desa Trunyan. Terdapat semacam kurungan dari bambu yang tampak berbaris di bawah pohon dan ternyata inilah yang menjadi pemandangan bagi wisatawan yang datang ke tempat ini. Pemandu wisata-pun juga mengarahkan wisatawan ke tempat ini.
Ternyata kurungan bambu itu berisi mayat warga setempat. Inilah cara mereka memakamkan jenazah, yaitu hanya meletakkannya di atas tanah di bawah pohon dan menutupinya dengan kurungan dari bambu. Karena itu, mungkin cara ini tidak disebut pemakaman, karena pemakaman lebih sering untuk menyebut jika mayat diletakkan di dalam tanah.
Lokasi tempat wisata ini berada di sisi timur Danau Batur, Kabupaten Bangli, Bali. Para pengunjung harus menggunakan perahu untuk menempuh jalur laut menuju lokasi yang bisa dikatakan terpencil ini. Meskipun agak aneh, namun Desa Trunyan memang menjadi salah satu lokasi wisata yang direkomendasikan.
Ritual Pengurusan Jenazah
Tradisi penduduk Trunyan di Bali yang meletakkan jenazah di bawah pohon yang menutupinya dengan kurungan bambu merupakan ritual pengurusan jenazah menurut suku setempat. Padahal ritual Ngaben saja sudah cukup dianggap unik karena merupakan upacara pembakaran jasad. Namun yang ini berbeda dan lebih unik lagi.
Saat Anda memasuki desa, Anda akan melihat pemandangan yang mungkin bisa membuat sebagian orang merasa lemas ketakutan. Bagaimana tidak, tengkorak-tengkorak manusia dari mayat dan tulang belulangnya disusun-susun dan begitu jelas tampak jika melewati titik tertentu di desa yang satu ini. Dari mana tengkorak ini berasal?
Berdasarkan tradisi penduduk setempat, jasad orang yang sudah meninggal hanya diletakkan di bawah pohon dan ditutupi kurungan bambu. Namun tempat di bawah pohon yang khusus ini hanya berjumlah sekitar 11. Sehingga, jika ada jasad yang baru meninggal, jasad yang sudah lama dan sudah menjadi tengkorak dari tempat ini akan disusun di tempat-tempat yang bisa ditemui agar tempatnya menjadi kosong dan diisi jasad yang baru meninggal.
Meskipun mayatnya hanya diletakkan di atas tanah begitu saja, namun ada yang berbeda dan tidak pernah ditemukan di tempat lainnya. Keberadaan mayat-mayat ini ternyata tidak menjadikan sebaran bau mayat ke mana-mana. Melainkan tempat diletakkan mayat ini memiliki bau wangi dari pohon tempat mayat-mayat ini diletakkan. Inilah yang menjadi awal mula bagaimana tradisi ini dijalankan. Keberadaan pohon “taru menyan” yang dijadikan naman Desa Trunyan.
Cerita Dibalik Ritual
Mengenai cerita dibalik ritual pengurusan jenazah Desa Trunyan di Bali ini ada beberapa versi. Jika Anda mengunjungi tempat ini bersama penduduk yang menjadi pemandu wisata, maka Anda akan mendapat informasi tersendiri seputar cerita dibalik ritual yang khas ini. Nah, cerita inipun terdapat beberapa versinya.
Versi yang pertama berhubungan dengan asal usul pohon Taru Menyan. Pohon Taru Menyan yang bermakna kayu wangi ini memiliki wangi yang begitu semerbak. Konon, karena begitu wangi, penduduk di luar pulau dapat menciumnya.
Adalah empat dari yang berasal dari Keraton Surakarta mencium wangi yang unik dan membuat mereka penasaran. Padahal, Surakarta yang sekarang merupakan Solo berada jauh di Pulau Jawa. Keempat orang ini seakan dihipnotis dan menuntun mereka untuk mencari sumber wangi yang mereka cium.
Singkat cerita, mereka mendapati bahwa pohon Taru Menyan inilah yang menjadi sumber wangi semerbak ini. Salah satu diantara keempat orang ini, yaitu yang paling tua berjumpa dengan wanita yang menurut kepercayaan setempat sebagai dewi penunggu pohon. Si sulung ini akhirnya jatuh cinta dan menikahinya.
Dengan perkawinan ini, berdirilah sebuah kerajaan kecil di tempat pohon Taru Menyan berada. Kerajaan kecil ini menjadi penjaga pohon yang memiliki wangi yang semerbak ini. Sang Raja memiliki cara tersendiri agar wangi semerbak pohon ini dapat terjaga dan tidak menjadi incaran orang dengan cara meredam wanginya agar tidak menyebar ke mana-mana.
Bagaimana caranya? Itulah yang melahirkan tradisi yang sampai sekarang masih dilakukan. Caranya adalah meletakkan jasad-jasad orang atau penduduk setempat di sekitar pohon. Dengan wanginya, bau jasad tidak tercium meskipun sudah sejak lama diletakkan di bawahnya. Sebaliknya, wangi semerbak pohon pun tidak tercium hingga ke tempat yang jauh.
Sedangkan versi lainnya tetap menceritakan seputar pohon yang memiliki wangi semerbak ini. Namun mungkin ada karakter yang berbeda. Meskipun begitu, inilah berbagai versi cerita yang bisa menggambarkan bagaimana asal-usul tradisi di Desa Trunyan di Bali berasal.
Semoga ulasan ini dapat menjadi hiburan dan wawasan unik untuk diketahui. Simak terus berbagai ulasan lainnya di halaman distributor keranda mayat. Jika Anda ingin memesan keranda jenazah stainless, silahkan cek harga keranda mayat di situs kami.